Pemimpin Dadakan

Meski pemilihan umum legislatif belum dimulai, dan hasilnya pun belum diketahui kecuali sebatas prediksi, banyak tokoh yang sudah sibuk ke sana ke mari mencari dukungan dalam pencalonan dirinya sebagai presiden. Setelah para jenderal bersiap menjadi presiden, giliran ‘jenderal Naga Bonar’ alias Dedy Mizwar mendeklarasikan kesiapannya untuk maju sebagai calon presiden.

Demokrasi kali ini memang menarik karena setiap orang telah memiliki keberanian untuk mengambil tanggung jawab publik tertinggi sebagai presiden. Aneka calon bermunculan dari latar belakang yang beragam, ada jenderal seperti SBY, Wiranto, Prabowo dan Sutiyoso, ada pengusaha seperti Jusuf Kalla, ada dosen seperti Hidayat Nuwahid, ada raja seperti Sultan Hamengkubuwono, dan ada juga artis seperti Dedy Mizwar.

Dengan beragamnya latar belakang ini, tentu masyarakat berkesempatan untuk mengenal beragam profil yang siap memimpin negeri ini. Hal ini berbeda sekali dengan yang pernah kita alami di zaman orde baru, dimana jabatan-jabatan strategis kepemimpinan baik di tingkat nasional maupun daerah selalu menjadi monopoli militer. Bahkan dalam pemilihan ketua RT/RW sekalipun, jika ada anggota militer atau pensiunan militer di wilayah tersebut, masyarakat merasa lebih nyaman jika memilih militer atau pensiunan militer.

Banyaknya calon yang muncul serta beragamnya latar belakang menunjukkan sehatnya demokrasi kita. Namun begitu perlu juga masyarakat memahami bagaimana track record mereka, siapa tim di baliknya dan sejauh mana mereka telah berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga kita bisa menemukan pemimpin yang tidak hanya mengaku siap memimpin negeri ini, melainkan juga mampu membawa negeri ini pada kemajuan yang diinginkan. Jangan sampai masyarakat memilih pemimpin instan atau pemimpin dadakan yang dibesarkan oleh media dengan cara-cara yang instan. Karena pemimpin seperti ini hanyalah pemimpin yang layak untuk di negeri iklan bukan di negeri sungguhan yang begitu banyak persoalan.

Budaya instan atau budaya dadakan ini memang menjadi fenomena masyarakat dan pemimpin kita. Kita menyaksikan ada tokoh yang baru mendirikan partai, besok sudah yakin bakal jadi presiden. Mungkin dengan berbagai manipulasi politik di atas media mereka mampu mempengaruhi massa sehingga bisa menjadi presiden. Tapi setelah itu? Karena belum membangun tim dan kader yang tangguh, akhirnya harus berbagi posisi alias berbagi jabatan untuk memperkuat kedudukan. Suara rakyat? Bisa jadi terlupakan.

Hidup sesungguhnya proses. Itulah mengapa Tuhan menciptakan manusia dalam waktu 9 bulan 10 hari, menciptakan alam raya dalam enam masa. Bukankah jika Dia berkehendak dalam sekejap semua bisa tercipta? Tuhan ingin bicara tentang proses pada kita.

Memperbaiki bangsa ini juga butuh proses. Tidak ada benih yang ditanam malam ini besok pagi sudah berbunga bahkan berbuah. Jadi bohong kalau ada politisi yang menjanjikan hari ini terpilih besok rakyat makmur. Karena membangun bangsa tidak seperti membangun tangkuban perahunya sangkuriang atau prambanannya rara jonggrang yang bisa selesai dalam semalam.

Membangun bangsa yang tengah terpuruk ini butuh komitmen dan kejujuran, butuh keseriusan dan kerja keras, butuh keberanian dan konsistensi, dan yang terpenting juga butuh kerelaan berkorban dan kesabaran dalam menjalani proses. Semoga kita menemukan pemimpin yang benar-benar telah matang oleh proses, bukan pemimpin dadakan yang tiba-tiba tampil mendekati hari pemilihan.
sumber : http://najib23.blogdetik.com/2009/02/27/pemimpin-dadakan/